08 Maret 2010

UNDANG UNDANG KEWARGANEGARAAN INDONESIA YANG BARU


Lepas dari berbagai keberatan seperti dimuat di media (seperti RUU Kewarganegaraan belum lindungi perempuan, Kompas, 10/7), pengesahan RUU Kewarganegaraan menjadi UU Kewarganegaraan di DPR (11/7) layak diapresiasi.

Penulis sepakat pengesahan UU ini memang revolusioner karena di antaranya mengakhiri polemik tentang siapakah warga negara Indonesia asli. Harus diakui, dari 17/8/1945 hingga 11/7/2006, kata-kata asli itu sering menyita energi. Bahkan dalam perjalanan kita, banyak nyawa menjadi korban dalam kerusuhan rasial dengan korban warga keturunan yang sering dianggap orang "asing" atau sekadar second class people atau warga kelas dua.

Ironisnya, selama ini diskriminasi diberi landasan hukum, seperti UU Kewarganegaraan Nomor 62 Tahun 1958 dan UU lain yang mewajibkan orang membuktikan diri sebagai WNI dengan selembar surat bernama Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI). Padahal, terkait etnis atau asal-usul, kita tidak bisa meminta kepada Sang Pencipta agar dilahirkan sebagai etnis tertentu.

Betapa memilukan, ketika orang sudah bertahun-tahun lahir dan hidup di negeri ini, tetapi secara hukum dinyatakan atau diolok-olok sebagai bukan orang Indonesia. Coba tanyakan bagaimana perasaan Ivana Lie atau Susi Susanti atau orang lain yang sudah membela merah putih di dunia internasional, pernah mentok dan dinyatakan secara hukum sebagai bukan warga negara Indonesia karena tidak punya SBKRI?

Karena itu, dengan disahkannya UU Kewarganegaraan yang baru, apresiasi layak diberikan kepada Pansus RUU Kewarganegaraan, juga kepada Prof Eko Sugitario, Pakar Hukum Tata Negara Ubaya dan aktivis multietnis di Surabaya, yang sejak 2002 terus menggodok dan mengupayakan legal drafting UU ini.

Baru langkah awal

Meski begitu, pengesahan UU ini baru merupakan langkah awal untuk mengakhiri segala praktik diskriminasi. Apalagi setelah pengesahan UU ini penulis mendapat berondongan pertanyaan bagaimana petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya atau singkatnya implementasi UU ini di lapangan. Bagaimana nasib ratusan ribu warga keturunan, seperti warga China Benteng yang selama ini tidak memiliki KTP atau akta kelahiran tetapi sudah bergenerasi tinggal di Indonesia? Otomatiskah mereka menjadi WNI? Bagaimana pula mereka akan mengurus hal lain, tetapi terganjal tidak memiliki KTP atau akta kelahiran, apa solusinya? Karena itu, sebagai follow up UU Kewarganegaraan mendesak dibuat peraturan pemerintah sebagai implementasi UU ini.

Sekali lagi, pengesahan UU ini baru langkah awal dari upaya menghapus praktik diskriminasi. Mengapa? Dengan pengesahan UU ini, negara atau pemerintah berupaya mencabut produk hukum yang diskriminatif yang selama ini diterapkan. Dengan kata lain, orang-orang yang selama ini tidak termasuk kategori WNI asli, hendak dirangkul dan diakui eksistensinya oleh negara atau pemerintah sebagai bagian sah bangsa atau negeri ini. Bahkan UU ini menjamin dan menegaskan para pejabat negara yang berani melakukan praktik diskriminasi, seperti birokrat di imigrasi yang meminta SBKRI, bisa dikenai sanksi hukum satu tahun penjara. Jelas ini membanggakan karena selama ini oknum-oknum yang mengharuskan SBKRI itu tega berdiri di atas penderitaan orang lain. Ratusan ribu bahkan jutaan orang sudah menjadi korban penerapan SBKRI.

Menghargai keragaman

Melalui UU Kewarganegaraan yang baru disahkan, hukum kita telah mengupayakan jaminan, siapa pun dari latar belakang etnis apa pun bisa menjadi bagian integral bangsa ini atau menjadi warga negara Indonesia asal dilahirkan di Indonesia dan sejak kelahirannya tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri (Pasal 2).

Spirit pasal itu amat dalam karena keragaman yang selama ini de facto ada, secara de iure atau secara hukum diakui keabsahannya oleh negara atau pemerintah. Dengan ini diharapkan keragaman dan perbedaan yang selama ini ada (seperti etnis) bisa menjadi potensi positif untuk membangun bangsa ke depan menuju bangsa besar yang menghargai keragaman dan perbedaan. Bukan sebaliknya, perbedaan menjadi modal untuk menghancurkan masa depan bangsa.

Lagi, UU Kewarganegaraan ini masih merupakan langkah awal. Lewat UU ini negara menjamin diakhirinya diskriminasi. Bagaimana praktiknya nanti? Ini adalah pekerjaan rumah bagi segenap elemen dan tiap anak bangsa. Sebab apalah artinya sebuah payung hukum bernama UU Kewarganegaraan yang menjamin diakhirinya diskriminasi, tetapi jika di alam nyata praktik berbangsa dan bernegara, diskriminasi, masih bercokol di dalam hati?

Apalah arti bahasa hukum, tidak ada lagi pemisahan pribumi dan nonpribumi, tidak ada asli atau bukan, tetapi di alam nyata orang suka menunjuk hidung atau berbisik menunjukkan etnis dengan nada sinis? Karena itu setelah UU Kewarganegaraan ini disahkan, menjadi PR bagi kita untuk bisa menerima perbedaan (seperti etnis) dengan keikhlasan dan tanpa prasangka.

Semoga dengan diresmikannya UU ini, ruang kebersamaan kita bukan kian menyempit, justru makin luas dan lapang, sehingga kita bisa berbuat sesuatu yang lebih bermakna bagi bangsa daripada harus berpolemik atau berkonflik etnis yang hanya membuang energi. Negeri ini akan jaya jika perbedaan dan potensi tiap warganya bisa diakomodasi dan diakui.

Sumber: Daryl's Site - darylcom.multiply.com

03 Maret 2010

Tugas 1 (Pendidikan kewarganegaraan)



PENGERTIAN WARGA NEGARA

Warga negara merupakan terjemahan kata citizens (bahasa Inggris) yang mempunyai arti : warga negara, petunjuk dari sebuah kota, sesama warga negara , sesama penduduk, orang setanah air; bawahan atau kaula
Warga mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu organisasi atau perkumpulan. Warga negara artinya warga atau anggota dari organisasi yg bernama negara.
Ada istilah rakyat, penduduk dan warga negara. Rakyat lebih merupakan konsep politis. Rakyat menunjuk pada orang-orang yang berada dibawah satu pemerintahan dan tunduk pada pemerintahan itu. Istilah rakyat umumnya dilawankan dengan penguasa[1]
Warga negara dapat diartikan juga sebagai orang-orang yang menjadi bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara. Istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagaiorang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula negara karena warga negara mengandung arti peserta, anggota, atau warga dari suatu negara, yakni peserta darisuatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama. Untuk itu, setiap warga negara mempunyai persamaan hak di hadapan hukum. Semua warga negara memiliki kepastian hak, privasi, dan tanggung jawab.[2]
Terdapat beberapa pengertian mengenai kewarganegaraan di antaranya:
a. Kewarganegaraan dalam arti yuridis (juridische nationaliteit) dan Sosiologis (socioligische nationaliteitbegrif)
Ko Swan Sik, menyatakan, bahwa kewarganegaraan dalam arti yuridis adalah ikatan hukum (de rechtsband) antara negara dengan orang-orang pribadi (natuurlijke personen) yang karena ikatan itu menimbulkan akibat, bahwa orang-orang tersebut jatuh di bawah lingkungan kuasa pribadi dari negara yang bersangkutan atau dengan kata lain warga dari negara itu (burgers van die staat zijn). Kewarganegaraan dalam arti sosiologis adalah kewarganegaraan yang tidak berdasarkan ikatan yuridis, tetapi sosial politik yang disebut natie.
Yang terpenting dalam pengertian kewarganegaraan yuridis (juridische nationaliteit), adalah adanya ikatan dengan negara dan tanda adanya ikatan tersebut dapat dilihat antara lain dalam bentuk pernyataan tegas negara tersebut. Dalam konkretnya pernyataan itu dinyatakan dalam bentuk surat-surat, baik keterangan maupun keputusan yang digunakan sebagai bukti adanya keanggotaan dalam negara itu.[3]
b. Dalam arti formal dan materiil (formeel en matereel nationaliteitbegrif)
Kewarganegaraan dalam arti formal ialah tempat kewarganegaraan itu dalam sistematika hukum, sedangkan kewarganegaraan yang materil ialah akibat-akibat hukum dari pengertian kewarganegaraan itu. Fungsi kewarganegaraan ialah pembatasan lingkungan kekuasaan pribadi negara-negara. Salah satu akibat dari ikatan seseorang dengan negara, ialah bahwa orang tersebut tidak jatuh di bawah lingkungan kekuasaan pribadi negara asing dan di pihak lain negara mempunyai kekuasaan untuk memperlakukan segala kaidah terhadap seseorang, sebagaimana halnya dengan warga negara pada umumnya. Kesimpulan yang dapat diambil adalah pengertian kewarganegaraan itu tanpa isi, yaitu tiada hak-hak dan kewajiban-kewajiban konkret yang melekat pada pengertian itu . Ia hanya suatu titik pertautan untuk berbagai hak dan kewajiban, baik yang dimiliki oleh negara maupun perorangan.[4]



PENGERTIAN BANGSA

Bangsa (nation) atau nasional, nasionalitas atau kebangsaan, nasionalisme atau paham kebangsaan, semua istilah tersebut dalam kajian sejarah terbukti mengandung konsep-konsep yang sulit dirumuskan, sehingga para pakar di bidang Politik, Sosiologi, dan Antropologi pun sering tidak sependapat mengenai makna istilah-istilah tersebut. Selain istilah bangsa, dalam bahasa Indonesia, kita juga menggunakan istilah nasional, nasionalisme yang diturunkan dari kata asing “nation” yang bersinonim dengan kata bangsa. Tidak ada rumusan ilmiah yang bisa dirancang untuk mendefinisikan istilah bangsa secara objektif, tetapi fenomena kebangsaan tetap aktual hingga saat ini.[5] Dalam ilmu Politik dijumpai istilah bangsa, yaitu “natie” dan “nation”, artinya masyarakat yang bentuknya diwujudkan oleh sejarah yang memiliki unsur sebagai berikut :
1. Satu kesatuan bahasa ;
2. Satu kesatuan daerah ;
3. Satu kesatuan ekonomi ;
4. Satu Kesatuan hubungan ekonomi ;
5. Satu kesatuan jiwa yang terlukis dalam kesatuan budaya.[6]
Istilah natie (nation) mulai populer sekitar tahun 1835 dan sering diperdebatkan, dipertanyakan apakah yang dimaksud dengan bangsa?, sehingga melahirkan berbagai teori tentang bangsa sebagai berikut :
Teori Ernest Renan
Pembahasan mengenai pengertian bangsa dikemukakan pertama kali oleh Ernest Renan tanggal 11 Maret 1882, yang dimaksud dengan bangsa adalah jiwa, suatu asas kerohanian yang timbul dari : (1). Kemuliaan bersama di waktu lampau, yang merupakan aspek historis. (2). Keinginan untuk hidup bersama diwaktu sekarang yang merupakan aspek solidaritas, dalam bentuk dan besarnya tetap mempergunakan warisan masa lampau, baik untuk kini dan yang akan datang.
Teori Rudolf Kjellen
Rudolf Kjellen membuat suatu analogi/membandingkan bangsa dengan suatu organisme biotis dan menyamakan jiwa bangsa dengan nafsu hidup dari organisme termaksud. Suatu bangsa mempunyai dorongan kehendak untuk hidup, mempertahankan dirinya dan kehendak untuk berkuasa
Teori Otto Bauer

Persoalan : was ist eine nation, dijawab oleh Otto Bauer adalah eine nation ist aus schicksalameinschaft erwachsene charaktergemeinschaft (suatu bangsa ialah suatu masyarakat ketertiban yang muncul dari masyarakat yang senasib) atau bangsa adalah suatu kesamaan perangai yang timbul karena senasib

Teori Geopolitik

Teori ini bersangkutan dengan Blood and Boden Theorie (Teori Darah dan Tanah) oleh Karl Haushofer yang dianggap sebagai sendi bagi politik imperialisme Jerman, tetapi digunakan pula oleh kaum nasionalis di Asia, khususnya untuk membela cita-cita kemerdekaan, persatuan bangsa, dan tanah air. Geopolitik mendasarkan diri pada faktor-faktor geografis sebagai suatu faktor yang konstan. [7]


PENGERTIAN NEGARA

Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang mempunyai rakyat dalam suatu wilayah tersebut, dengan sejumlah orang yang menerima keberadaan organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah tertentu tempat negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut sebagai kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada.[8]
Beberapa definisi negara oleh para ahli:
• Benedictus de Spinoza: “Negara adalah susunan masyarakat yang integral (kesatuan) antara semua golongan dan bagian dari seluruh anggota masyarakat (persatuan masyarakat organis).”
• Harold J. Laski: The state is a society which is integrated by possessing a coercive authority legally supreme over any individual or group which is part of the society. A society is a group of human beings living together and working together for the satisfaction of their mutual wants. Such a society is a state when the way of life to which both individuals and associations must conform is defined by a coercive authority binding upon them all. (Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena memiliki wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat. Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama. Masyarakat merupakan negara jika cara hidup yang harus ditaati – baik oleh individu maupun asosiasi-asosiasi – ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat mereka semua).
• Dr. W.L.G. Lemaire: Negara tampak sebagai suatu masyarakat manusia teritorial yang diorganisasikan.
• Hugo de Groot (Grotius): Negara merupakan ikatan manusia yang insyaf akan arti dan panggilan hukum kodrat.
• Leon Duguit: There is a state wherever in a given society there exists a political differentiation (between rulers and ruled) …
• R.M. MacIver: The state is an association which, acting through law as promugated by a government endowed to this end with coercive power, maintains within a community territorially demarcated the external conditions of order. (Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat di suatu wilayah berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa).
• Prof. Mr. Kranenburg: “Negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa.”
• Herman Finer: The state is a territorial association in which social and individual forces of every kind struggle in all their great variety to control its government vested with supreme legitimate power.
• Prof.Dr. J.H.A. Logemann: De staat is een gezags-organizatie. (Negara ialah suatu organisasi kekuasaan/ kewibawaan).
• Roger H. Soltau: The state is an agency or authority managing or controlling these (common) affairs on behalf of and in the name of the community. (Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat).
• Max Weber: The state is a human society that (succesfully) claims the monopoly of the legitimate use of physical force within a given territory. (Negara adalah suatu masyarakat yang memonopoli penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah).
• Bellefroid: Negara adalah suatu persekutuan hukum yang menempati suatu wilayah untuk selama-lamanya dan dilengkapi dengan suatu kekuasaan tertinggi untuk menyelenggarakan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.
• Prof.Mr. Soenarko: Negara adalah organisasi masyarakat di wilayah tertentu dengan kekuasaan yang berlaku sepenuhnya sebagai kedaulatan.
• G. Pringgodigdo, SH: Negara adalah suatu organisasi kekuasaan atau organisasi kewibawaan yang harus memenuhi persyaratan unsur-unsur tertentu, yaitu harus memiliki pemerintah yang berdaulat, wilayah tertentu, dan rakyat yang hidup teratur sehingga merupakan suatu nation (bangsa).
• Prof. R. Djokosutono, SH: Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
• O. Notohamidjojo: Negara adalah organisasi masyarakat yang bertujuan mengatur dan memelihara masyarakat tertentu dengan kekuasaannya.
• Dr. Wiryono Prodjodikoro, SH: Negara adalah suatu organisasi di antara kelompok atau beberapa kelompok manusia yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu dengan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia itu.
• M. Solly Lubis, SH: Negara adalah suatu bentuk pergaulan hidup manusia yang merupakan suatu community dengan syarat-syarat tertentu: memiliki wilayah, rakyat dan pemerintah.
• Prof. Miriam Budiardjo: Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah.
• Prof. Nasroen: Negara adalah suatu bentuk pergaulan manusia dan oleh sebab itu harus ditinjau secara sosiologis agar dapat dijelaskan dan dipahami.
• Mr. J.C.T. Simorangkir dan Mr. Woerjono Sastropranoto: Negara adalah persekutuan hukum yang letaknya dalam daerah tertentu dan memiliki kekuasaan tertinggi untuk menyelenggarakan kepentingan umum dan kemakmuran bersama. [9]
Jadi, Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa negara merupakan:
1. suatu organisasi kekuasaan yang teratur;
2. kekuasaannya bersifat memaksa dan monopoli;
3. suatu organisasi yang bertugas mengurus kepentingan bersama dalam masyarakat; dan
4. persekutuan yang memiliki wilayah tertentu dan dilengkapi alat perlengkapan negara.



PENGERTIAN PENDUDUK


Dalam arti luas, penduduk atau populasi berarti sejumlah makhluk sejenis yang mendiami atau menduduki tempat tertentu misalnya pohon bakau yang terdapat pada hutan bakau, atau kera yang menempati hutan tertentu. Bahkan populasi dapat pula dikenakan pada benda-benda sejenis yang terdapat pada suatu tempat, misalnya kursi dalam suatu gedung sekolah. Dalam kaitannya dengan manusia, maka pengertian penduduk adalah manusia yang mendiami dunia atau bagian-bagiannya [10]
Pengertian penduduk yang ruang lingkupnya lebih sempit adalah sekumpulan manusia yang duduk atau menempati pada wilayah tertentu.
Sejarah perkebangan manusia selalu ditandai dengan munculnya letupan-letupan yang menjadi ciri khas sekaligus yamg membedakan satu masa dengan masa berikutnya. Titik pangkal letupan itu lahir dari desakan keinginan dan kebutuhan manusia, yang yang makin lama bertambah besar, sampai pada saat yang ditentukania dihadapkan pada pencarian alternative jawaban dari pertanyaan klasik yang dilemparkan oleh dirinya : bagaimana menghidupi populasi diinya yang terus menerus membengkak.

Daftar pustaka
[1] http://anggi.ngeblogs.com/2009/12/10/pengertian-warga-negara/
[2] http://wibisono.net78.net/warga.html
[3] http://kobi-kobi.tripod.com/news.html
[4] http://kancanaasli.blogspot.com/2009/09/hukum-tata-negara.html
[5] http://taufanmuhammad.multiply.com/journal/item/6
[6] http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090722062115AAaGFw6
[7] http://elbeaja.blogspot.com/2009/08/pengertian-negara-dan-bangsa.html
[8] http://id.wikipedia.org/wiki/Negara
[9] http://ruhcitra.wordpress.com/2008/11/09/pengertian-negara/
[10] (Ruslan H.Prawiro, 1981 : 3)